leh HS Makin Rahmat
(Ketua SMSI/Serikat Media Siber Indonesia) Jatim
MAMPU membaca perkembangan zaman dengan mensolidkan kedaulatan sebagai negara merdeka dan berdaulat merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar. Sesuai slogan: `NKRI Harga Mati!!!`
Kehadiran Romo KH Ahmad Muwaffiq dalam Pengajian Kebangsaan di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, hari Sabtu (5/8/2023) menjadi inspirasi Al Faqir untuk mengamini argumentasi yang disampaikan Gus Muwaffiq, sapaan akrab mubaligh `Istana` juga ajudan Presiden ke 4 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Ngaji dengan gaya dialog memberikan pencerahan langsung tentang nilai-nilai kebudayaan kebangsaan.
Keberadaan bangsa Indonesia hingga diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 tidak bisa lepas dari jasa-jasa pendahulu, tokoh nasionalis, tokoh masyarakat , ulama khususnya para Walisongo.
Kemajuan teknologi saat ini, di era milineal & Gen Z, menjadikan perubahan perilaku yang harus disikapi dengan bijak. Dulu, masyarakat awan tanya soal agama harus mencari guru atau silaturahmi ke ulama atau Kiai. Saat ini, dengan bawa gadged alat piranti canggih, tinggal akses ke mbah Google bisa memberikan penjelasan cas-cis-cus.
Artinya, penyebaran informasi yang terkoneksi di google, sarana transportasi yang dikuasai transportasi online, termasuk kebutuhan privasi yang tinggal nge-share di dunia baru, yaitu kemajuan teknologi gawai, masih diperlukan kroscek dan ricek. Bukan asal comot, apalagi dijadikan pedoman, bisa terjerumus. Bagaimana pun tanpa guru, ahli pada bidangnya bisa salah jalan.
Bukan berarti Islam anti teknologi. Sebaliknya, Islam memotivasi kita mencari kemudahan-kemudahan dalam urusan dunia. Sesuai hadis Aisyah radhiallahu`anha, ia berkata:
`Tidaklah Rasulullah Shallallahu`alaihi Wasallam ketika memilih antara dua perkara, dan salah satunya lebih mudah, kecuali beliau pasti memilih yang lebih mudah. Selama bukan perkara dosa` (HR. Bukhari-Muslim).
Berarti Islam sangat fleksibel dan lentur terhadap zaman. Surat wal Asri (Demi Masa) merupakan panduan agar kita tidak tergolong hambaNya yang merugi, yaitu tetap semangat dalam keimanan, mengingatkan dalam kebaikan, serta dalam jalur kesabaran.
Ingat zaman sudah berubah, maka kita harus siap dan mampu bergerak menyongsong perubahan dunia. Jangan mundur, lantas kolot dalam bermasyarakat dan berbudaya. Sedikit-sedikit bid`ah, menganggap produk monumental Pancasila, kafir. Sering kita lupa, melupakan kekuatan negara, yaitu kadaulatan bangsa untuk melindungi dan memakmurkan rakyat.
Maka pondasi kemaslahatan menjadi hal penting untuk mensinergikan dengan legislatif, eksekutif, yudikatif dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan. Bersama-sama membangun negeri. Bukan menjual bangsa ke antek-antek asing.
Kita harus cerdas mensikapi serta memahami mana yang masih menjadi kelaziman. Di mana terjadi penyimpangan, semua harus dituangkan dalam peraturan. Sehingga bisa melindungi negara dan rakyat, mewujudkan terjaminnya kehidupan beragama dan berbudaya pekerti luhur.
Kedaulatan negara harus mampu melindungi keamanan bangsa dan rakyat. Kalau masih melenceng, maka akan sulit berkembang mulai dari kebudayaan, kepribadian, apalagi untuk bersaing di dunia global.
Bagaimana hebatnya negara-negara besar, hingga merekayasa cerita riil lewat visualisasi yang punya pengaruh luar biasa, seperti Amerika ketika terpuruk di invasi Vietnam bikin film Rambo, Amerika Ninja, Kungfu Kid. China pun tidak kalah hebat dengan film-film kolosal menggambarkan intrik dan kepatriotan figur tokoh, Jepang Korea dan negara-negara yang menciptakan peranan figur sebagai sosok Pahlawan. Bahasa agama, budaya dan sosok peran mampu membentengi kedaulatan negara dan rakyat secara utuh.
Sesuai Allah ta`ala berfirman:
`Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu` (QS Al Anfal: 60).
Makna kekuatan dalam ayat ini bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang bisa digunakan untuk menggentarkan musuh-musuh Islam, termasuk melalui teknologi.
Oleh karena itu, para ulama telah memotivasi kita untuk piawai penggunakan teknologi untuk sarana dakwah. Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan: `Tidak terlarang menggunakan berbagai metode atau sarana dakwah baru yang bermanfaat selama metode yang digunakan itu tidak melenceng dari sabda Rasulullah, yaitu metode beliau yang mesti diikuti. Termasuk metode dakwah dengan teknologi tetap dalam koridor Islami, bahasa dan tutur kata santun dan visual menyejukkan.`
Semoga nikmat merdeka yang diberikan Allah SWT kepada bangsa Indonesia benar-benar penuh barokah. Menjadikan negeri: baldatun thayyibatun warabbul Ghofur. Negeri Gemah Ripah loh Jinawi. Merdeka!!! (*)