SURABAYA - Usai terpilih sebagai percontohan Kota Tangguh Menghadapi Panas Ekstrem, Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surabaya dan PMI Jawa Timur yang didukung oleh American Red Cross dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Juanda menggelar “International Heat Action Day” pada 2 Juni 2024
Kegiatan kampanye antisipasi panas itu diisi berbagai ajakan untuk menyelamatkan bumi dari kondisi panas yang sudah terjadi. Kegiatan dipusatkan di Taman Bungkul Surabaya.
Dokter Paul Agus Dwiyanu, Spesialis Paru Konsultan Unit Donor Darah (UDD) PMI Kota Surabaya menyebut, acara itu bagian dari Program Coastal Climate and Heat Action Project (CoCHAP), proyek PMI yang menjadikan Surabaya sebagai percontohan. “Di situ kita kampanye, agar orang kalau ditanya tahu istilah panas esktrem, CoCHAP,” kata Paul saat Forum Group Discussion (FGD) di kantor UDD PMI Surabaya, Rabu (8/5/2024).
Tak berhenti di kampanye, akan ada survei yang hasilnya dianalisa, kelompok yang termasuk rentan panas ekstrem akan diajarkan adaptasi. “Mungkin sektor-sektor bisa menyediakan fasilitasnya. Utamanya juga dalam pribadi dan rumah tangga, apa yang dilakukan,” terangnya lagi. Menurutnya, upaya ini sebagai metode mempersiapkan diri menghadapi gelombang panas ekstrem yang akan terjadi.
Sementara Shanas Prayuda Ketua Tim Meteorologi BMKG Juanda menyebut, musim kemarau sudah mulai akhir April 2024 lalu. “Sudah dirasakan awal Mei, kondisi cuaca panas pas siang terutama. Masih ada potensi hujan meski ringan atau sedang, tapi kondisi dominan cerah,” beber Shanas ditemui usai FGD.
Selain Kota Surabaya, ada Kota Medan yang dipilih sebagai percontohan tangguh menghadapi panas ekstrem. Diketahui, usai terpilih jadi percontohan kota tangguh menghadapi panas ekstrem, Surabaya langsung menyiapkan ketahanan masyarakat untuk beraktivitas di segala situasi.
Ikhsan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya yang juga Ketua PMI Surabaya menilai, ketahanan masyarakat untuk tetap beraktivitas ketika cuaca panas, perlu disiapkan karena peningkatan suhu tidak bisa dihindari. Jika tidak, akan berdampak pada pengurangan produktivitas masyarakat.
Berdasarkan pantauan BMKG, lanjut Shanas, ancaman panas ekstrem terlihat dari tahun ke tahun memang suhu panas meningkat. “Konsennya, daerah perkotaan punya panas lebih dibanding pedesaan,” imbuhnya.
Meskipun jika dilihat dari data, suhu panas di Kota Surabaya saat musim kemarau sekalipun masih masuk kategori normal. “Tapi beberapa persepsi masyarakat menyatakan, kita pas kemarau terasa sangat panas. Ada namanya panas dirasakan, gabungan antara suhu yang terbaca termometer dan kelembapan udara jadi menghasilkan panas yang dirasakan,” katanya.
Meski kemungkinan panas ekstrem masih jauh, lanjut Shanas, kampanye “International Heat Action Day” tetap perlu dilakukan, sebagai langkah antisipasi. Manusia punya adaptasi yang baik. Dari tahun ke tahun suhu udara cenderung naik, tapi dengan adaptasi, manusia menyesuaikan. Tapi, orang yang rentan akan panas punya dampak lebih. Itu yang masih digodog, bagaimana menyusun wilayah yang rentan, kelompok rentan,” tandasnya. (red)