Oleh: Djoko Tetuko Abdul Latief
(Ketua Dewan Kehormatan PWI Jatim)
Pada penghujung bulan suci Ramadan umat Islam diuji, dua peristiwa ghaib untuk diyakini dan menjadi bagian dari ibadah. Yaitu, gerhana matahari dan penentuan 1 Syawal 1444 Hijriyah.
Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman ;
Qul l ya`lamu man fis-samwti wal-aril-gaiba illallh, wa m yasy`urna ayyna yub`an
((`Katakanlah: `Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah`, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan`.)). (Surat An Naml, ayat 64)
Ayat di atas memberikan kabar bahwa semua peristiwa ghaib adalah hak mutlak prerogatif Allah Subhanahu wa Ta`ala. Tetapi dari dua peristiwa itu satu sudah pasti berlangsung, yaitu gerhana matahari dan umat Islam disunahkan (sunnah mu`akkadah) menjalankan sholat Kusuf (Kusufus Syamsi) dan jika dilaksanakan berjamaah imam atau salah satu di antara jamaah yang memenuhi rukun dan syarat disunahkan berkhotbah.
Karena bersifat sunnah dan tidak menjadi tradisi begitu membumi seperti Hari Raya Idul Fitri, maka pelaksanaan sholat gerhana matahari
mulai pukul 10:00 (Kamis, 20 April 2023) InsyaAllah akan berjalan normal normal saja.
Tetapi, penentuan pelaksanaan sholat Idul Fitri dengan diawali takbir sejak umat Islam selesai menjalankan puasa wajib selama sebulan penuh, pada saat habis maghrib atau berbuka pada akhir puasa Ramadan, maka tahun ini potensi berbeda pendapat dan berbeda pelaksanaan karena (pemahaman keilmuan dari sudut pandang berbeda) kelihatan sangat tinggi. Inilah ujian terberat umat Islam untuk memilih dengan penuh keyakinan dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh.
(Maaf) tidak boleh melaksanakan dengan setengah-tengah, apalagi dengan berbagai pertimbangan yang tidak dapat dipertanggungjawa kan secara amalan, khusus pelaksanaan sholat Id dan mengumandangkan takbir.
Bahkan, tidak berlebihan perbedaan pandangan dengan sudut pandang keilmuan yang berbeda, dalam menentukan 1 Syawal sebagai ibadah sunnah, begitu dominan menggerus atau mengalahkan kekuatan dahsyat ibadah ghaib, Lailatul Qadar.
Walaupun Lailatul Qadar (malam dengan nilai lebih baik dari seribu bukan), ketika umat Islam diterima iktikaf atau dzikirnya pada malam itu. Sudah berlalu tetapi sesungguhnya peristiwa ghaib Lalilatul Qadar jauh lebih tinggi nilai ibadah dan dampak dalam kehidupan setelah menjalankan ibadah puasa wajib Ramadan.
Allah Subhanahu wa Ta`ala memberikan petunjuk pada Surat Al Baqarah ayat 2-5;
(2). likal-kitbu l raiba fh, hudal lil-muttaqn; ((Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,`)).
(3). allana yu`minna bil-gaibi wa yuqmna-alta wa mimm razaqnhum yunfiqn : `(( (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.`)).
(4). wallana yu`minna bim unzila ilaika wa m unzila ming qablik, wa bil-khirati hum yqinn ; ((`dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.`)).
(5). ul`ika `al hudam mir rabbihim wa ul`ika humul-muflin ; (( `Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.`)).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, menurut suatu pendapat, alif lm mm pada permulaan surat tersebut merupakan salah satu nama Allah SWT. Asy Sya`bi mengatakan fawatihus suwar adalah asma-asma Allah.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Salim ibnu Abdullah dan Ismail ibnu Abdur Rahman As-Saddiyyul Kabir. Syu`bah mengatakan dari As-Saddi, telah sampai kepadanya suatu berita bahwa Ibnu Abbas mengatakan, `Alif lam mim merupakan salah satu asma Allah Yang Teragung.` Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Syu`bah.
Pada ayat 2, Kemenag menafsirkan bahwa ayat tersebut menerangkan tentang keberadaan Al Quran yang tidak dapat diragukan lagi. Al Quran merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Jibril.
Al Quran merupakan bimbingan bagi orang yang bertakwa. Mereka adalah orang yang memelihara dan menjaga perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Di antara orang yang bertakwa sebagaimana tersebut pada ayat-ayat berikutnya, antara lain sebagai berikut:
1. Beriman kepada yang ghaib, termasuk di dalamnya beriman kepada Allah SWT dengan sesungguhnya.
2. Melaksanakan sholat.
3. Menginfakkan sebagian rezeki yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang membutuhkan.
4. Beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, yaitu Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah (suhuf) yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
5. Beriman kepada hari kiamat.
Itulah kandungan surat Al Baqarah ayat 1-5. Orang-orang yang memiliki ciri-ciri di atas adalah orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Mereka mendapatkan tempat yang mulia dan agung.
Mengimani peristiwa ghaib sudah pasti dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Tetapi ketika terjadi perselisihan pendapat dengan sudut pandang keilmuan berbeda, maka wajib sama-sama mengambil sikap tegas dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh pula, tanpa menonjolkan kesombongan sedikit pun. Karena Allah SWT tidak suka orang yang mensombongkan diri.
Oleh karena itu, mensikapi peristiwa ghaib di ujung bulan Ramadan ini, umat Islam wajib tetap meyakini dan menjalankan dengan sungguh-sungguh. Pertama, peristiwa ghaib Lalilatul Qadar, jika sudah dengan penuh kesungguhan iktikaf Fan dzikir pada malam-malam itu dan sudah menjalankan, yakinlah Alllah SWT sudah memberikan rahmat dan ridloNya. Tentu saja dengan memberi taufiq dan hidayahNya.
Kedua, pelaksana sholat gerhana matahari, pada Kamis (20/4/2023), mulai pukul 10:00 WIB diyakini dan dilaksanakan dengan penuh kesungguhannya. Sekaligus mensyukuri dan sabar dengan perputaran matahari dan bulan, ketika mengalami pergesekan sehingga menimbulkan gerhana. Tentu dengan sikap tegas ikut melaksanakan karena keyakinan.
Ketiga, mensikapi perbedaan 1 Syawal 1444 Hijriyah, maka sama-sama meyakini dengan penuh keyakinan tanpa mengolok-olok atau menyatakan lebih benar antara pihak satu dengan pihak lain, sehingga semua dijalankan dengan sikap awal yakin dan tidak mendua.
Bagi umat Islam yang yakin bahwa 1 Syawal 1444 Hijriyah, Jum`at (21/4/2023), maka sejak Kamis (20/4/2023) habis maghrib mengumandangkan takbir dan membayar zakat fitrah serta sholat Idul Fitri pada Jum`at pagi.
Bagi yang meyakini 1 Syawal 1444 Hijriyah jatuh pada Sabtu (22/4/2023), maka mengenapkan puasa selama 30 hari dan tidak boleh ikut takbir dan sholat pada hari Jum`at. Khusus zakat dibolehkan takjil (pendahului).
Mengapa diperlukan sikap tegas dan tidak boleh mendua. Karena takbir dan sholat juga pelaksanaan zakat fitrah harus pada awal 1 Syawal (dari habis maghrib hingga selesai sholat Idul Fitri).
Jadi tidak mungkin menjalankan puasa sampai 29 hari, tetapi ikut takbir, sholat Idul Fitri dan zakat fitrah pada hari Sabtu atau pada 2 Syawal, karena tidak boleh secara waktu dan hukum syar`i. Demikian juga bagi yang meyakini mengenalkan puasa 30 hari, kemudian membatalkan puasa hari ke-30 karena sudah ada yang merayakan hari raya dan sudah takbiran serta shoiat Id.
Inilah ujian tertinggi bersikap saat berbeda. Dibutuhkan keyakinan karena keilmuan, bukan keyakinan karena kesombongan. Apalagi karena mempertahankan kebiasaan untuk pencitraan. Mari semua dikembalikan karena kekuasaan Allah SWT sebagaimana ayat di atas bahwa `Tidak ada keajaiban kecuali dari Allah semata`.
Dan mensikapi perbedaan 1 Syawal, wajib mengikuti sunnah Rasul (Hadits Nabi Muhammad SAW), bahwa `Perpedaaan umatku adalah rahmat`. Dalam hal ini akan menjadi rahmat jika dikuatkan dengan keilmuan dan keyakinan serta menjalankan dengan sungguh-sungguh. InsyaAllah kesungguhan akan meraih hasil baik di mata Allah Subhanahu wa Ta`ala. (@)