Oleh: Junaedi
(Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana, Universitas Darul Ulum Jombang)
RAMADAN adalah bulan yang `memaksa` kaum mukmin untuk berpuasa yang dilakukan selama sebulan penuh pada bulan kesembilan dalam kalender hijriah. Puasa Ramadan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilakukan oleh umat Muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti sudah dewasa, sehat, dan tidak dalam keadaan musafir.
Selama Ramadan, umat Muslim menahan diri dari makan, minum, dan aktivitas fisik yang dilarang dari fajar sampai terbenamnya matahari.
Tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengasah kedisiplinan diri, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, serta merasakan dan memahami penderitaan orang yang kurang beruntung.
Selain menahan diri dari makan dan minum, kita juga dituntut memperbanyak amalan, seperti membaca Al-Quran, berdoa, berinfaq, dan melakukan amal kebajikan lainnya. Selain itu, juga kemampuan untuk menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, seperti mengumpat, berbohong, atau melakukan pencurian, korupsi dan tindakan tercela lainnya.
Puasa Ramadan juga memiliki dampak positif pada kesehatan dan sosial. Dampak kesehatan seperti menjaga berat badan, meningkatkan imunitas tubuh, dan mengurangi risiko beberapa penyakit seperti diabetes dan penyakit jantung. Tentu untuk mendapatkan manfaat kesehatan cara berpuasa harus benar-benar mengikuti syariat yang diajarkan. Sementara dari sisi sosial, puasa dapat meningkatkan rasa empati dan solidaritas dengan sesama, serta memperkuat hubungan sosial dengan keluarga, teman, dan kolega.
Namun sayangnya, meskipun puasa yang esensinya untuk pengendalian, pada kenyataannya kita cenderung lebih konsumtif selama bulan puasa. Sifat konsumtif merujuk pada kecenderungan seseorang untuk membeli dan mengonsumsi barang dan jasa dalam jumlah yang berlebihan atau di luar kemampuannya.
Padahal sifat konsumtif dapat berdampak negatif pada kehidupan seseorang, baik dalam hal Kesehatan finansial, kesehatan mental, maupun lingkungan. Misalnya, pengeluaran yang berlebihan dapat menyebabkan masalah finansial, stres, dan kecemasan, sedangkan konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan masalah kesehatan dan limbah yang berlebihan pada lingkungan.
Menurut hasil proyeksi Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), transaksi di pusat perbelanjaan meningkat sampai 30 persen selama Ramadan dan Lebaran 2023 ini.
Sementara itu hasil laporan InMobi dan Glance pada 2022 lalu, mayoritas (60%) masyarakat Indonesia akan menghabiskan lebih dari Rp. 3 juta pada saat Ramadan dan 30% akan menghabiskan lebih dari Rp. 5 juta saat Ramadan.
Masih berdasar laporan InMobi dan Glance, generasi X yang lahir antara 1977-1985 menjadi yang paling boros dalam berbelanja saat Ramadan dengan pengeluaran pengeluaran mencapai Rp10 juta pada saat Ramadan. Sedangkan generasi milenial dan generasi baby boomers akan membelanjakan uangnya masing-masing sampai Rp. 5 juta.. Sementara, generasi Z mengeluarkan dana hingga Rp. 3 juta untuk berbelanja ketika momen tersebut.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif selama bulan puasa, seperti promosi dan diskon penjualan, kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari, dan tekanan sosial untuk membeli dan memberi hadiah pada keluarga atau kolega. Selain itu, adanya kemudahan berbelanja online yang semakin berkembang juga dapat mempermudah seseorang untuk membeli barang secara impulsif.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa puasa esensinya adalah mengajarkan seseorang untuk mengendalikan perilaku konsumtif dan menghargai apa yang sudah dimiliki. Puasa dapat membantu mencegah perilaku konsumtif karena di dalam praktiknya, puasa mengajarkan nilai-nilai pengendalian diri dan kemandirian. Selama menjalankan puasa, seseorang menahan diri dari makan dan minum untuk jangka waktu tertentu, meskipun sebenarnya ia masih memilikinya dalam jumlah yang cukup.
Dalam konteks ini, puasa mengajarkan seseorang untuk mengendalikan keinginan dan keinginan untuk terus membeli serta mengurangi konsumsi barang dan jasa yang mungkin tidak perlu. Dalam melakukan puasa, seseorang belajar untuk menghargai apa yang sudah dimiliki dan mempertimbangkan kebutuhan sebenarnya dan menghindari pembelian impulsif atau mengabaikan kemampuan finansial. Dalam hal ini, puasa dapat membantu seseorang membangun kebiasaan yang lebih sehat dan bertanggung jawab dalam konsumsi barang dan jasa.
Ada banyak cara sederhana untuk menghindari perilaku konsumstif selama Ramadan dan Lebaran. Misalnya sebelum memulai bulan Ramadan diawali dengan membuat anggaran belanja yang jelas untuk menghindari belanja yang berlebihan dan tidak perlu.
Berikutnya tetap fokus dengan kebutuhan dasar karena puasa Ramadan sendiri tujuannya adalah untuk mengendalikan keinginan duniawi. Oleh karena itu, fokus pada kebutuhan dasar seperti makanan dan minuman sehat yang dibutuhkan selama puasa, dan menghindari membeli barang-barang yang tidak terlalu diperluka.
Kemudian kita juga perlu bijak menghadapi godaan iklan dengan promo dan diskon yang justru lebih intens dan masif di bulan Ramadan ini. Meskipun bisa jadi hal tersebut terlihat menguntungkan, namun sebenarnya hal itu hanya akan memicu dan memacu perilaku konsumtif kita.
Terakhir jangan lupakan berinfaq dan menumbuhkan nilai filantropi lainnya. Kita perlu menjadikan bulan Ramadan sebagai kesempatan untuk berbagi kepada orang yang lebih membutuhkan. Ini adalah nilai penting dalam Islam untuk meningkatkan rasa syukur dan meminimalisir keinginan untuk membeli barang-barang yang tidak perlu. Dengan cara-cara demikian, kita bisa lebih mengendalikan perilaku konsumsi kita sekaligus mempraktikkan nilai-nilai keagamaan yang sesungguhnya dan menggapai derajat ketaqwaan paling tinggi. (*)