Oleh HS Makin Rahmat
(Ketua SMSI/Serikat Media Siber Indonesia) Jatim
NASEHAT dari beberapa ulama yang pernah Al Faqir saat silaturahim adalah untuk meraih kebarokahan tetap menjaga akhlak, etika dalam pergaul dengan orangtua, guru, dan orang yang lebih tua. Itulah kunci sukses kehidupan, khususnya dalam menggapai cita dan menuntut ilmu.
Ditambahkan, sukses seseorang tidak lepas dari peran ibu, pasangannya dan guru yang ikhlas memberikan ilmunya. Karena ibu sebagai tempat pendidikan pertama anak dan pintu mendapatkan keridhoan Allah SWT. Sesuai hadits HR Muslim No. 2699: `Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.` Atau hadits lain, `Tuntutlah ilmu dari ayunan ibu sampai ke liang lahat.`
Adab dalam menuntut ilmu, bukan sekedar mendapatkan pelajaran dari seseorang (orangtua, guru dan ulama) prilaku murid dalam hal sopan santun dan memburu ridlo dan wasilah ilmu, menjadi ruang langit untuk menurunkan RahmatNya.
Sebetulnya, berjibun kisah ketaatan, kepatuhan dan rendah hati seorang murid terhadap guru memberikan pengaruh luar biasa dalam meraih kebarokahan ilmunya.
Siapa yang tidak kenal pendiri organisasi keagamaan Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan Yogyakarta dan muassis Nahdlatul Ulama Hadratus Syech KH Hasyim Asy`ari yang pernah berguru kepada ulama khos Mbah Sholeh Darat Semarang. Ternyata, salah satu kebiasaan kedua santri istimewa itu adalah berebut kelompen atau bakiyak untuk ditata di tempat pelataran masjid atau majelis. Sebagai bukti tawadu (rendah hati) dari seorang murid terhadap gurunya.
Rasulullah SAW sendiri sempat terkagum kagum dengan akhlak sahabat Abdullah bin Abbas yang masih sepupunya. Kegigihan dan ketaatan Abdullah bin Abbas yang masih berusia 13 tahun saat Rasulullah wafat, namun keseriusan dan kegigihan dalam mendalami ilmu tiada bandingnya. Bahkan tanpa mengenal lelah mendatangi para sahabat yang lebih senior tentang berbagai ilmu yang pernah diperoleh dari Baginda Rasulullah dengan tetap tawadu dan bahasa santun.
Maka beruntunglah bagi siapapun yang mampu menjaga ilmunya dengan budi pekerti mulia, sesuai kalimat mutiara: `Perkataan yang mulia adalah perkaatan yang memberi penghargaan dan penghormatan kepada orang yang diajak bicara,`.
Tuntutan tersebut tergambar dalam QS Al Isra ayat 23:
`Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan `ah` dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.`
Dari firman Allah SWT tersebut, ilmu yang dimaksud dalam Islam tentu tidak terbatas pada ilmu agama saja, bisa juga pengetahuan umum seperti sains, budaya, dan teknologi, termasuk tata krama, budi pekerti serta sejalan antara catatan, pendalaman dan praktek. Seperti firman Allah SWT berikut ini:
`Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: `Berlapang-lapanglah dalam majelis`, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: `Berdirilah kamu`, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.` (QS Al-Mujadalah : 11).
Dari sinilah kita semakin yakin bahwa kesuksesan seseorang dalam menuntut ilmu, bukan sekedar ijazah sebagai bukti otentik, namun aplikasi mewujudkan ilmu yang bermanfaat jauh lebih baik, dan Allah Maha Mengetahui pasti memberikan garansi mengangkat derajat lebih mulia daripada orang berilmu tanpa dibekali prilaku akhlakul Karimah dan sifat rendah diri. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam bish-showab. (*)